Melawan Hoax Dengan Gerakan Literasi
Oleh: Nasir Ahmad Khan Saragih
Ada yang menakutkan tapi bukan kegagalan, ada yang menguasai namun bukan jabatan, dan ada yang percaya namun bukan kebenaran, yaitu berita hoax yang kian merajalela dan marak beredar dikehidupan kita. Berita hoax sebagai pemicu kesalahpahaman, rusaknya hubungan dan hilangnya kepercayaan. Dan untuk mengatasi ini adalah literasi sebagai diskursus solusi yang diberikan untuk membuka jendela ilmu kita yang sering kita diskusikan diberbagai tempat pastinya. Lantas cara apa yang kita butuhkan untuk mengatasi ini semua ?
Literasi adalah jawabannya, literasi bukan hanya sekedar membaca saja pastinya, perlu ada implementasi keilmuan dari bacaan-bacaan yang sudah kita selesaikan. Namun sayangnya hari ini literasi kita masih terkesan tidak bersifat universal, melainkan hanya bersifat diranah kecil. Maksudnya adalah, kita masih terjebak didalam dua ranah saja, yaitu ranah konseptual dan ranah praktikal.
Literasi masih banyak didefinisikan hanya sebatas membaca saja, menyelesaikan buku-buku, menurut saya ini hanya sebatas berlomba-lomba untuk menghabiskan berapa baca buku tanpa eksekusi. Tak menjadi masalah memang, namun sangat perlu kita mengimplementasikan apa saja yang kita peroleh dan apa yang kita ketahui untuk didiskusikan dan dikontribusikan. Namun literasi juga perlu dikaji apakah literasi saat ini sudah efektif memperbaiki akal atau justru menumpulkan akal ?
Literasi pada dasarnya bukan soal kuantitas kemampuan membaca buku, banyaknya menulis, atau banyaknya informasi yang kita tumpuk di kepala yang selama ini kita praktikkan. Jika literasi hanya soal bacaan fisik tentunya akan tertatih dalam melawan hoax yang masif, sistematis, dan manipulatif. Tentu kita membutuhkan apa yang harus kita lakukan bukan ?
Sudah wajar dan pantas kita memahami bahwasanya literasi sebagai cara untuk mempertajamkan pikiran baik secara kolektif dan individu. Karena kita akan memikirkan sesuatu secara rasional dan irasional. Literasi sebenarnya tidak harus diperdebatkan mulu. Ketika baca buku kiri dikatakan kekirian dan ketika baca buku kanan dibilang kekanan kananan. Kita harus merubah pola pikir kita untuk yang lebih baik.
Hari ini isu hoax sangatlah besar dan terjadi di dunia terkhusus dinegara kita. Masih ingat nggak telor rebus yang katanya bisa menangkal virus Corona di tubuh kita ? Saya menantang teman-teman untuk bisa memberikan kontribusi terbaiknya dalam menghadapi isu hoax dengan berbagai gerakan, khususnya gerakan literasi. Sedikit kopi, diskusi dan aksi. Ketika literasi sudah ada dan peduli untuk kebaikan terkhusus hoax, maka kita akan dapat membongkar kebohongan kebohongan publik, dan kita tidak tergolong sebagai seorang yang konsumtif dalam menerima informasi.
Perlu adanya filterisasi dalam menerima informasi apapun itu. Karena ketika kebohongan sudah terus menerus tegak dan kamu hanya tetap diam, maka kamu akan bertemu dengan yang namanya kehancuran. Literasi adalah solusinya, kesampingkan egosentris tentang keapatisan kamu, hari ini kita butuh influencer sejati yang mau membantu tanpa menuntut belas pamrih, demi terciptanya masyarakat yang Literasi bukan kegiatan yang membosankan melainkan kegiatan yang mengasyikan.
Mempertajam, menyeimbangkan dan memperbaiki laku tindakan inilah sebenar – benarnya konsep literasi yang akan berdampak pada peningkatan nalar akal sehat. Prasyarat bagi masyarakat yang berakal sehat ada tiga hal progresif, humanis, dan berkesadaran. Masih mau sebagai orang yang apatis ? Apakah kamu mau kebohongan media terus menerus meningkat ? Ini soal rasa bukan soal siapa yang bisa. Kalau bukan sekarang kapan lagi dan kalau bukan kita siapa lagi.
Ada yang menakutkan tapi bukan kegagalan, ada yang menguasai namun bukan jabatan, dan ada yang percaya namun bukan kebenaran, yaitu berita hoax yang kian merajalela dan marak beredar dikehidupan kita. Berita hoax sebagai pemicu kesalahpahaman, rusaknya hubungan dan hilangnya kepercayaan. Dan untuk mengatasi ini adalah literasi sebagai diskursus solusi yang diberikan untuk membuka jendela ilmu kita yang sering kita diskusikan diberbagai tempat pastinya. Lantas cara apa yang kita butuhkan untuk mengatasi ini semua ?
Literasi adalah jawabannya, literasi bukan hanya sekedar membaca saja pastinya, perlu ada implementasi keilmuan dari bacaan-bacaan yang sudah kita selesaikan. Namun sayangnya hari ini literasi kita masih terkesan tidak bersifat universal, melainkan hanya bersifat diranah kecil. Maksudnya adalah, kita masih terjebak didalam dua ranah saja, yaitu ranah konseptual dan ranah praktikal.
Literasi masih banyak didefinisikan hanya sebatas membaca saja, menyelesaikan buku-buku, menurut saya ini hanya sebatas berlomba-lomba untuk menghabiskan berapa baca buku tanpa eksekusi. Tak menjadi masalah memang, namun sangat perlu kita mengimplementasikan apa saja yang kita peroleh dan apa yang kita ketahui untuk didiskusikan dan dikontribusikan. Namun literasi juga perlu dikaji apakah literasi saat ini sudah efektif memperbaiki akal atau justru menumpulkan akal ?
Literasi pada dasarnya bukan soal kuantitas kemampuan membaca buku, banyaknya menulis, atau banyaknya informasi yang kita tumpuk di kepala yang selama ini kita praktikkan. Jika literasi hanya soal bacaan fisik tentunya akan tertatih dalam melawan hoax yang masif, sistematis, dan manipulatif. Tentu kita membutuhkan apa yang harus kita lakukan bukan ?
Sudah wajar dan pantas kita memahami bahwasanya literasi sebagai cara untuk mempertajamkan pikiran baik secara kolektif dan individu. Karena kita akan memikirkan sesuatu secara rasional dan irasional. Literasi sebenarnya tidak harus diperdebatkan mulu. Ketika baca buku kiri dikatakan kekirian dan ketika baca buku kanan dibilang kekanan kananan. Kita harus merubah pola pikir kita untuk yang lebih baik.
Hari ini isu hoax sangatlah besar dan terjadi di dunia terkhusus dinegara kita. Masih ingat nggak telor rebus yang katanya bisa menangkal virus Corona di tubuh kita ? Saya menantang teman-teman untuk bisa memberikan kontribusi terbaiknya dalam menghadapi isu hoax dengan berbagai gerakan, khususnya gerakan literasi. Sedikit kopi, diskusi dan aksi. Ketika literasi sudah ada dan peduli untuk kebaikan terkhusus hoax, maka kita akan dapat membongkar kebohongan kebohongan publik, dan kita tidak tergolong sebagai seorang yang konsumtif dalam menerima informasi.
Perlu adanya filterisasi dalam menerima informasi apapun itu. Karena ketika kebohongan sudah terus menerus tegak dan kamu hanya tetap diam, maka kamu akan bertemu dengan yang namanya kehancuran. Literasi adalah solusinya, kesampingkan egosentris tentang keapatisan kamu, hari ini kita butuh influencer sejati yang mau membantu tanpa menuntut belas pamrih, demi terciptanya masyarakat yang Literasi bukan kegiatan yang membosankan melainkan kegiatan yang mengasyikan.
Mempertajam, menyeimbangkan dan memperbaiki laku tindakan inilah sebenar – benarnya konsep literasi yang akan berdampak pada peningkatan nalar akal sehat. Prasyarat bagi masyarakat yang berakal sehat ada tiga hal progresif, humanis, dan berkesadaran. Masih mau sebagai orang yang apatis ? Apakah kamu mau kebohongan media terus menerus meningkat ? Ini soal rasa bukan soal siapa yang bisa. Kalau bukan sekarang kapan lagi dan kalau bukan kita siapa lagi.
"Hal paling penting dalam komunikasi adalah mendengarkan apa yang tidak dikatakan."
Mantap
BalasHapusKita kembali pada sumber ilmu.
BalasHapusLiterasi yang agaknya dikesampingkan.
Salam blogger
BalasHapus