-->

Ramadhan Terasa Berkah Walaupun Ditengah Wabah

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh maghfirah dan ampunan didalamnya, pada dasarnya bulan ini selalu kita lakukan dengan semangat berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan. Namun kali ini berbeda, ada wabah ditengah suatu yang berkah. Keramaian dan kemegahan ramadhan pun hampir tidak terlihat pada saat sekarang ini. Bahkan Syiar Ramadhan pun akan dibatasi pelaksanaannya.
Ramadhan Terasa Berkah Walaupun Ditengah Wabah
Dalam hal ini merujuk kepada keputusan pemerintah yang dikeluarkan oleh menteri agama yaitu tertuang dalam Surat Edaran No 6 tahun 2020 yang inti dari surat edaran tersebut adalah sahur, buka puasa, salat tarawih, tadarus Al-Qur’an dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga inti. Buka puasa bersama (kelompok/instansi), nuzulul Qur’an, i’tikaf, halal bihalal dalam perkumpulan dan sholat idul fitri di Masjid/lapangan ditiadakan hingga terbitnya Fatwa MUI. Dan kegiatan zakat lebih disegarakan melakukan pengumpulan dan pendistribusian, serah terima zakat harus dilengkapi dengan alat pelindung kesehatan seperti masker, sarung tangan dan alat pembersih sekali pakai (tisu).

Pedoman yang keluar sangatlah membatasi kegiatan ibadah kita bukan ?  Beberapa pendapat mengatakan keputusan ini adalah hal yang tepat, karena bicara universal adalah bicara kepentingan bersama. Banyak hal yang sebenarnya harus dipahami dan dimengerti oleh masyarakat sampai saat ini, dan semua harus disesuaikan dengan protokol kesehatan yang ada. Contohnya saja, beribadah dirumah atau di mesjid misalnya. Ini yang sering muncul diberbagai media, dimana kegalauan para masyarakat dengan pelaksanaan beribadah.

Pada dasarnya yang di inginkan masyarakat dan saya pribadi adalah ketenangan beribadah, sebagai mana Islam sendiri mengajarkan untuk berjamaah dan beribadah juga bisa secara individual. Sebenarnya seperti ini teman-teman, menyikapi semua ini yang perlu kita ketahui adalah tidak semua daerah tergolong zona merah. Zona merah merujuk kepada ketentuan yang ada, pada daerah itu terpapar 5 orang lebih yang terkena covid-19. Yang jadi persoalan tidak semua daerah tergolong zona merah.

Sebenarnya ini bukan menentang pernyataan dari pemerintah, namun pandemik ketakutan kita yang sangat besarlah yang akan menimbulkan covid-19 itu sendiri. Menurut Ibnu Sina dalam bukunya yang berjudul Qonun Fi Tib bahwa jiwa yang tenang sebagai penangkal dan sebagai obat dari pandemi wabah penyakit. Klinikal Ramadhan adalah religi terapi kejiwaan, di mana individu beribadah yang ikhlas kepada Allah Azza Wajalla, memasung jiwa dalam kebaikan, meninggalkan perbuatan angkara murka, membelenggu sifat individual, hasad, iri hati, takabbur, gud-gud, angkuh, berucap kata-kata kotor, mengumpat, dan menggunjing. Maka proses terapeutik melalui metodologi klinikal Ramadhan telah bergulir, untuk kemudian individu merasakan kenyamanan, kedamaian, ketenangan, ketenteraman, dan kesehatan mental paripurna. Dan orang yang senantiasa dalam kejiwaan tersebut akan menghasilkan getaran frekuensi tinggi yang dapat mengusir virus.

Karena David Hawkins seorang peneliti tentang frekuensi menyatakan bahwa virus tidak bisa hidup pada frekuensi tinggi manusia, namun virus berada pada manusia dengan frekuensi rendah yang diakibatkan dari rasa panik, takut, khawatir, sedih, frustasi, panik dan jauh dari nilai-nilai agama. Saya pun yakin bila kaum muslimin menjalani bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya tidak ada lagi tempat tinggal bagi Covid-19. Menurut saya menyikapi persoalan yang beginian, diperlukan sikap yang bijak dan tidak menyalahkan apalagi mencela keputusan dan ikhtiar manusia masing-masing.

Bijaklah dalam beribadah, sesuai pada zaman Rasulullah dahulu ketika ada wabah, yang dari dalam jangan keluar dan yang dari luar jangan ke dalam. Pahamilah tanda - tanda alam. Pada dasarnya segala sesuatu yang ada, Allah sudah memberikan petunjuknya. Kamu tak perlu takut, himbauan yang ada sangatlah baik. Himbauan itu sifatnya pemberitahuan, boleh kamu lakukan atau tidak. Namun dari itu kamu jangan menentang semuanya. Sebagai umat Islam kita harus berfikir secara mu'tazilah dan beribadah secara zabariyah. Artinya, ambil nilai positif dan beribadahlah dengan tenang, ikuti anjuran pemerintah, gunakan masker dan seringlah mencuci tangan dengan baik.

Hakikat yang terpenting adalah puasa itu adalah sekolah, dimana kamu belajar dalam memperbaiki diri dan berlomba - lomba untuk melakukan kebaikan. Oleh sebab itu, puasa dalam perspektif ecoreligius menghendaki harmonisasi manusia dan alam sesuai aturan Tuhan (Teoantroposentris) sehingga tercipta lingkungan yang tertata rapi, asri, indah dan bersih sehingga lingkungan pun terbebas dari wabah penyakit kuman ataupun virus.

Bersama kita beribadah dan bersama kita lawan virus Corona. Pada akhirnya, tulisan ini adalah ajakan supaya kita tetap tenang dan tidak panik dalam beribadah. Semangat berpuasa dan jaga iman dan imun agar tetap sehat.

"Aku bukan nasionalis, bukan katolik, bukan sosialis. Aku bukan buddha, bukan protestan, bukan westernis. Aku bukan komunis. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim. Aku ingin orang menilai dan memandangku sebagai suatu kemutlakan (absolute entity) tanpa menghubung-hubungkan dari kelompok mana saya termasuk serta dari aliran apa saya berangkat. Memahami manusia sebagai manusia."

Author: Nasir Ahmad Khan Saragih

1 Response to "Ramadhan Terasa Berkah Walaupun Ditengah Wabah"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel