Hanya Menghargai Rasa, Bukan Membalas Rasa
Tidak ada batasan sabar, tidak ada alasan harus barbar. Tetap santuy dan tegar walau hati ambyar. Tak pernah henti perihal masalah hati,yang terkadang menepi memilih jalan sunyi yang berduri. Memasuki waktu-waktu bersabar dalam penantian berbalas kabar itu adalah sebuah kebingungan yang sangat besar. Soal rasa hati tak bisa bohong, namun mulut yang bisa bersilat lidah selalu mengeluarkan kata bernamakan cinta.
Banyak diantara kita terjebak oleh kata yang suka berpura-pura didalam penyamarannya. Contohnya saja menanyakan tentang apa kabar, hati sudah mulai merasakan gagal move on tanpa sadar. Perihal rasa adalah perihal yang sangat membingungkan. Mereka yang datang untuk membangkitkan cinta namun mereka pula yang menjatuhkannya. Mereka yang datang dengan permainan kenapa harus lagi-lagi perasaan yang menjadi korban. Sebenarnya kita terlalu semangat dalam menanggapinya, namun apalah daya, yang namanya sudah terpatri didalam hati, sulit untuk dieliminasi.
Sebenarnya satu hal yang perlu kita garis bawahi, banyak diantara kita yang terlalu kebaperan dalam menanggapinya. Diberi perhatian dikit sudah sayang, diajak jalan sekali sudah berharap jadian. Sebenarnya ingat, kalian hanya tempat untuk singgah, bukan tempat untuk menetap.
Memang benar sih membedakan yang modus dengan yang tulus itu sedikit lebih susah. Sama di awal cerita, menawarkan memberikan kepastian namun meninggalkan ending perpisahan diujung hubungan. Satu hal yang perlu kita garis bawahi baik-baik secara bersama, teruntuk kalian yang masih sabar didalam berjuang, walaupun nyaman adalah sebuah kebingungan, namun kalian harus pastikan tidak ada satu tetes air mata pun yang keluar ketika perpisahan sudah menjadi cerita dalam perjalanan.
Yang singgah berlimpah ruah namun yang membalas rasa, hanya beberapa. Seperti lampu rambu lalu lintas dimana perlunya warna hijau untuk berjalan memilih yang lebih pasti, perlunya lampu kuning dalam memberikan informasi bahwasanya sudah tidak nyaman, dan perlunya lampu merah untuk meninggalkan yang sudah benar-benar tidak bisa diperjuangkan. Bila mana egois sudah tumbuh dan berkembang didalam hati, maka pembenaran terhadap diri tak akan pernah henti diucapkan.
Ada banyak yang mengatakan bahwasanya menggunakan perasaan namun nyatanya ia tak berperasaan, ada juga yang mengatasnamakan menggunakan logika namun kenapa harus buta terhadap rasa. Ingat yang perlu adalah kepastian, bukan pura-pura lupa lalu meninggalkan. Diperbaiki segala yang rusak, bukan datang hanya untuk membuat mood tak karuan, dijaga dan dirawat kembali agar bisa tumbuh kembang layaknya bunga yang baru mekar. Jika itu padaku, maka perjelas. Jika itu bukan aku, maka aku sudah siap bergegas pergi dan melepas.
Banyak diantara kita terjebak oleh kata yang suka berpura-pura didalam penyamarannya. Contohnya saja menanyakan tentang apa kabar, hati sudah mulai merasakan gagal move on tanpa sadar. Perihal rasa adalah perihal yang sangat membingungkan. Mereka yang datang untuk membangkitkan cinta namun mereka pula yang menjatuhkannya. Mereka yang datang dengan permainan kenapa harus lagi-lagi perasaan yang menjadi korban. Sebenarnya kita terlalu semangat dalam menanggapinya, namun apalah daya, yang namanya sudah terpatri didalam hati, sulit untuk dieliminasi.
Sebenarnya satu hal yang perlu kita garis bawahi, banyak diantara kita yang terlalu kebaperan dalam menanggapinya. Diberi perhatian dikit sudah sayang, diajak jalan sekali sudah berharap jadian. Sebenarnya ingat, kalian hanya tempat untuk singgah, bukan tempat untuk menetap.
Memang benar sih membedakan yang modus dengan yang tulus itu sedikit lebih susah. Sama di awal cerita, menawarkan memberikan kepastian namun meninggalkan ending perpisahan diujung hubungan. Satu hal yang perlu kita garis bawahi baik-baik secara bersama, teruntuk kalian yang masih sabar didalam berjuang, walaupun nyaman adalah sebuah kebingungan, namun kalian harus pastikan tidak ada satu tetes air mata pun yang keluar ketika perpisahan sudah menjadi cerita dalam perjalanan.
Yang singgah berlimpah ruah namun yang membalas rasa, hanya beberapa. Seperti lampu rambu lalu lintas dimana perlunya warna hijau untuk berjalan memilih yang lebih pasti, perlunya lampu kuning dalam memberikan informasi bahwasanya sudah tidak nyaman, dan perlunya lampu merah untuk meninggalkan yang sudah benar-benar tidak bisa diperjuangkan. Bila mana egois sudah tumbuh dan berkembang didalam hati, maka pembenaran terhadap diri tak akan pernah henti diucapkan.
Ada banyak yang mengatakan bahwasanya menggunakan perasaan namun nyatanya ia tak berperasaan, ada juga yang mengatasnamakan menggunakan logika namun kenapa harus buta terhadap rasa. Ingat yang perlu adalah kepastian, bukan pura-pura lupa lalu meninggalkan. Diperbaiki segala yang rusak, bukan datang hanya untuk membuat mood tak karuan, dijaga dan dirawat kembali agar bisa tumbuh kembang layaknya bunga yang baru mekar. Jika itu padaku, maka perjelas. Jika itu bukan aku, maka aku sudah siap bergegas pergi dan melepas.
"Ya, namanya juga hidup. Ada yang menikmati hubungan tanpa kejelasan, Pun ada yang diam-diam menaruh perasaan."
Author: Nasir Ahmad Khan Saragih
Sobat ambyar... Mana suaranya.. Wkwkwkwwkw...
BalasHapusSobat ambyar... Mana suaranya.. Wkwkwkwwkw...
BalasHapusSaya kak ahmadon... Jika hati sempat ambyar, jgn panik, tenangkan diri dengan banyak mengingat Tuhan.. Ingat tujuan hidup kita diciptakan untuk apa, yakni beribadah.
BalasHapusIya kak memang membedakan yang modus sama tulus itu sedikit sulit dan membingungkan kak
BalasHapusKak
BalasHapusMenghargai rasa tapi tidak membalas rasa apakah ini untuk mantan / untuk orang baru ?
BalasHapus