Pernah Sedekat Rasa dan Berujung Jauh Tak Saling Sapa
Pernah mengalami dekat yang sedekat-dekatnya sampai tiba dimana buat negur sapa aja sudah tidak pernah ? Atau pernah menjadikan seseorang yang kamu anggap menjadi penyemangat malah menjadikan kamu puing-puing yang yang runtuh terporak-porandakan oleh tawaran janji ke pelaminan ? Entah siapa pun itu, baik rasa, cinta, keluarga, dan sekolah semua akan pindah dan berubah. Tak akan ada yang tetap dan menetap.
Kalian pernah menghabiskan waktu bersama orang yang kalian anggap benar-benar bisa menjadi pautan dalam kehidupan, mengisi hari dengan chat-an, memulai pembicaraan dari saling manja-manjaan sampai berakhir dengan kata-kata makian.
Mereka yang kalian anggap paling percaya malah sebenarnya ialah yang membuat luka dan duka. Kita merasakan kesalahan yang tepat namun pada waktu yang singkat. Lagi-lagi bagian dari kehidupan dipaksa untuk sadar walaupun tak ingin bersandar kembali pada harapan yang membuat benci. Biasanya sahabat, pacar ialah mereka yang suka berobah pola pikirnya, tindakannya, dan mungkin perasaannya. Yang namanya kehidupan, bergantung dan berharap kepada manusia yang kita dapat hanya kecewa. Lantas apa yang lebih manis daripada ucapan janji untuk sehidup semati ? Adakah janji lagi yang keluar untuk menyayat hati yang sudah pernah ilusi tinggi didalam ruang halusinasi.
Sayangnya mereka sekedar menatap bukan untuk menetap. Kita berikan seluruh kasih sayang, malah dibalas oleh sebuah luka yang membuat diri semakin terpuruk tidak karuan. Dan kini kita-tiba dimana masa yang pernah ada dalam ikatan cinta dibalut dengan kepercayaan rasa harus dihapus perlahan oleh ingatan yang sedang perang melawan perasaan yang sudah berantakan. Kita berharap setelah luka ini, saling sapa untuk mengingatkan bahwasanya kita pernah ada, sama sama pernah menikmati hari dengan hangatnya kopi dan goreng ubi sambil melihat sinar jingga yang berwarna merah merekah yang disebut senja.
Kita pasti sama-sama menginginkan saling terus bertegur sapa walaupun tak ada ikatan kepastian didalam hidup kita. Mungkin itu jadi ikatan pertemanan atau jadi persaudaraan. Ada yang lebih lucu dari itu semua, mereka yang pernah memiliki hubungan ketika berantakan, menegur sapa pun tak enggan, seperti orang yang tidak pernah tau apa-apa.
Luka boleh saja, namun ingat yang namanya manusia pasti akan lupa. Jadi yang perlu dilupakan bukan orangnya, namun rasanya dan waktu bersamanya, walaupun itu agak sedikit susah. Karena perihal kedekatan yang sudah terlanjur dekat meski sama-sama mengerti bahwa waktu akan membawa keduanya saling menjauh. Apa yang bisa didapatkan ? Luka. Ah sudahlah, intinya terimakasih saja kepada waktu dan semesta, intinya kita pernah sama bahagia, walaupun tak sama untuk berencana. Ingat, bila dekat memunculkan rasa, maka menjauh menghadirkan prasangka. Sejauh apapun menghindari rindu, hati selalu mendekati kalbu, kapan kita seperti yang dulu.
Kalian pernah menghabiskan waktu bersama orang yang kalian anggap benar-benar bisa menjadi pautan dalam kehidupan, mengisi hari dengan chat-an, memulai pembicaraan dari saling manja-manjaan sampai berakhir dengan kata-kata makian.
Mereka yang kalian anggap paling percaya malah sebenarnya ialah yang membuat luka dan duka. Kita merasakan kesalahan yang tepat namun pada waktu yang singkat. Lagi-lagi bagian dari kehidupan dipaksa untuk sadar walaupun tak ingin bersandar kembali pada harapan yang membuat benci. Biasanya sahabat, pacar ialah mereka yang suka berobah pola pikirnya, tindakannya, dan mungkin perasaannya. Yang namanya kehidupan, bergantung dan berharap kepada manusia yang kita dapat hanya kecewa. Lantas apa yang lebih manis daripada ucapan janji untuk sehidup semati ? Adakah janji lagi yang keluar untuk menyayat hati yang sudah pernah ilusi tinggi didalam ruang halusinasi.
Sayangnya mereka sekedar menatap bukan untuk menetap. Kita berikan seluruh kasih sayang, malah dibalas oleh sebuah luka yang membuat diri semakin terpuruk tidak karuan. Dan kini kita-tiba dimana masa yang pernah ada dalam ikatan cinta dibalut dengan kepercayaan rasa harus dihapus perlahan oleh ingatan yang sedang perang melawan perasaan yang sudah berantakan. Kita berharap setelah luka ini, saling sapa untuk mengingatkan bahwasanya kita pernah ada, sama sama pernah menikmati hari dengan hangatnya kopi dan goreng ubi sambil melihat sinar jingga yang berwarna merah merekah yang disebut senja.
Kita pasti sama-sama menginginkan saling terus bertegur sapa walaupun tak ada ikatan kepastian didalam hidup kita. Mungkin itu jadi ikatan pertemanan atau jadi persaudaraan. Ada yang lebih lucu dari itu semua, mereka yang pernah memiliki hubungan ketika berantakan, menegur sapa pun tak enggan, seperti orang yang tidak pernah tau apa-apa.
Luka boleh saja, namun ingat yang namanya manusia pasti akan lupa. Jadi yang perlu dilupakan bukan orangnya, namun rasanya dan waktu bersamanya, walaupun itu agak sedikit susah. Karena perihal kedekatan yang sudah terlanjur dekat meski sama-sama mengerti bahwa waktu akan membawa keduanya saling menjauh. Apa yang bisa didapatkan ? Luka. Ah sudahlah, intinya terimakasih saja kepada waktu dan semesta, intinya kita pernah sama bahagia, walaupun tak sama untuk berencana. Ingat, bila dekat memunculkan rasa, maka menjauh menghadirkan prasangka. Sejauh apapun menghindari rindu, hati selalu mendekati kalbu, kapan kita seperti yang dulu.
"Sebelum sejauh matahari, kita pernah sedekat nadi."
-Sarjana Vespa
Author: Nasir Ahmad Khan Saragih
Mereka yang kalian anggap paling percaya malah sebenarnya ialah yang membuat luka dan duka.
BalasHapusPernah.
Menyelesaikannya dengan mencoba berdamai.
Menjauh? Hm, sampai saat ini tidak.