Sekedar Memberi Warna Namun tidak dengan Kepastian dalam Rasa
Bagi pemilik rumah, tamu adalah sesuatu pembawa rezeki. Bilamana kita menjamunya dengan sepenuh hati dan keihklasan. Hati ibaratkan seperti rumah yang siapapun berhak mengetuk pintunya untuk datang singgah, memberikan warna, rasa, suka, duka, dan kecewa. Namun yang paling terbaik dari setiap tamu adalah bagaimana dia bisa mengerti perasaan tuan rumahnya. Bila datang hanya untuk singgah, mungkin kopi dan teh adalah sajiannya. Namun bila datang dengan hati yang penuh rasa untuk menetap, maka hati adalah jamuannya.
Perihal singgah, dimana dia yang datang memberikan rasa nyaman, dibalas dengan kasih sayang, lalu dihancurkan dengan kepergian. Rumit memang tentang rasa dan manusia yang suka sekali menjelma menjadi bagian darinya. Dia adalah yang datang hanya sekedar memberi kenyamanan dan pergi meninggalkan lamunan.
Pernah diantara kita, yang berharap hadirnya adalah sesuatu yang tidak akan ada kata sudah atau pergi. Namun semua itu adalah sesuatu yang omong kosong belaka. Lagi-lagi kita percaya dengan jelmaan itu, ia datang hanya sekedar singgah. Kurang baik apalagi kita ? Ia datang dengan senyuman kita beri dengan harapan, ia datang dengan rayuan kita beri ia kepastian, dan ketika kita benar-benar nyaman, maka perpisahan adalah yang ia inginkan.
Kenapa sih tak pernah sudah tentang dia yang datang cuman berpura-pura. Ternyata perhatian berujung menyedihkan. Konon katanya menetap adalah keinginan, lantas kenapa disuruh berjuang engkau malah enggan ?
Terkadang semesta suka bercanda dengan menghadirkan dia yang suka pura-pura. Kita yang terpisahkan oleh jarak, pelan-pelan akan disatukan oleh waktu. Kita yang terpisahkan oleh waktu, pelan-pelan akan dieratkan berkat doa.
Mungkin jawaban itu yang selalu tak pernah putus ketika harapan sudah mulai pupus. Memang benar manusia suka memberikan warna, entah itu jingga, merah, dan abu-abu dibalik semuanya. Sifat bunglon yang suka berubah-ubah seharusnya tidak dibawa dalam perihal rasa, agar tidak ada yang menangis diantara kita. Ketika pelangi muncul barengan bersama senja. Seharusnya jika kepedulian cuman dianggap sebagai mainan, mending pergi, meski sakit, tapi demi perasaan bukan ?
Kita sama-sama tak ingin ada kata sudah dan berpisah didalam kamus rasa, namun ternyata kamu datang hanya untuk singgah dan memberikan warna. Apapun yang terjadi, kita harus bersyukur akan itu. Karena ada hati yang serius dibalik mereka yang misterius. Sekecil apapun yang pernah kamu lakukan, yang namanya kenangan itu sulit untuk dilupakan, malah terkadang rumit bila untuk dijalankan. Maka menutup hati dan enggan dalam memilih adalah jalan menuju pelabuhan rasa yang berharap tidak akan kata pisah.
Karena ada sesuatu yang harus kamu tau. Dilupakan adalah hal paling menyedihkan, sebab kau dengan sengaja dihilangkan tanpa perundingan. Seharusnya kamu melakukan negosiasi, suka sama suka, bukan sudah suka malah membuat beban rasa.
Perihal singgah, dimana dia yang datang memberikan rasa nyaman, dibalas dengan kasih sayang, lalu dihancurkan dengan kepergian. Rumit memang tentang rasa dan manusia yang suka sekali menjelma menjadi bagian darinya. Dia adalah yang datang hanya sekedar memberi kenyamanan dan pergi meninggalkan lamunan.
Pernah diantara kita, yang berharap hadirnya adalah sesuatu yang tidak akan ada kata sudah atau pergi. Namun semua itu adalah sesuatu yang omong kosong belaka. Lagi-lagi kita percaya dengan jelmaan itu, ia datang hanya sekedar singgah. Kurang baik apalagi kita ? Ia datang dengan senyuman kita beri dengan harapan, ia datang dengan rayuan kita beri ia kepastian, dan ketika kita benar-benar nyaman, maka perpisahan adalah yang ia inginkan.
Kenapa sih tak pernah sudah tentang dia yang datang cuman berpura-pura. Ternyata perhatian berujung menyedihkan. Konon katanya menetap adalah keinginan, lantas kenapa disuruh berjuang engkau malah enggan ?
Terkadang semesta suka bercanda dengan menghadirkan dia yang suka pura-pura. Kita yang terpisahkan oleh jarak, pelan-pelan akan disatukan oleh waktu. Kita yang terpisahkan oleh waktu, pelan-pelan akan dieratkan berkat doa.
Mungkin jawaban itu yang selalu tak pernah putus ketika harapan sudah mulai pupus. Memang benar manusia suka memberikan warna, entah itu jingga, merah, dan abu-abu dibalik semuanya. Sifat bunglon yang suka berubah-ubah seharusnya tidak dibawa dalam perihal rasa, agar tidak ada yang menangis diantara kita. Ketika pelangi muncul barengan bersama senja. Seharusnya jika kepedulian cuman dianggap sebagai mainan, mending pergi, meski sakit, tapi demi perasaan bukan ?
Kita sama-sama tak ingin ada kata sudah dan berpisah didalam kamus rasa, namun ternyata kamu datang hanya untuk singgah dan memberikan warna. Apapun yang terjadi, kita harus bersyukur akan itu. Karena ada hati yang serius dibalik mereka yang misterius. Sekecil apapun yang pernah kamu lakukan, yang namanya kenangan itu sulit untuk dilupakan, malah terkadang rumit bila untuk dijalankan. Maka menutup hati dan enggan dalam memilih adalah jalan menuju pelabuhan rasa yang berharap tidak akan kata pisah.
Karena ada sesuatu yang harus kamu tau. Dilupakan adalah hal paling menyedihkan, sebab kau dengan sengaja dihilangkan tanpa perundingan. Seharusnya kamu melakukan negosiasi, suka sama suka, bukan sudah suka malah membuat beban rasa.
"Harusnya saling bertukar perasaan, bukan hanya bertukar pesan. Namun apa daya, engkau hanya memberikan warna didalam kata singgah."
Author: Nasir Ahmad Khan Saragih
Tulisannya semakin hari semakin mengena dirasa. Duuhhh..
BalasHapus