Ayah dan Ibuku Tidak Seorang Sarjana
Ada yang membingungkan dalam keluarga yang dalam keadaan pas-pasan namun sangat hebat dalam segala keadaan. Ia adalah ayah dan ibu kita, tidak semua dari kita memiliki orang tua yang pernah dan tamat menyandang gelar sarjana. Namun rasa syukur itu tak pernah putus dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan karunia yang telah diberikan terus menerus tanpa putus.
Sebuah kejadian dan kebiasaan yang magic menurut penulis adalah ayah bukanlah seorang sarjana, namun ia selalu ada dan bisa dalam segala hal. Ibu juga tidak seorang yang lulus dari jurusan komunikasi dan konseling namun ia selalu paham mengenai keadaan dan keinginan anaknya. Magic bukan ? Selain itu, ayah bukan juga lulusan dari akademi militer dan kepolisian, namun semangat juangnya melebihi pahlawan. Apalagi ibu, tidak pernah merasakan makanan di restoran namun setiap masakannya, melebihi masakan yang ada di restoran, benar bukan ?
Sesuatu yang lebih magic lagi adalah kita adalah bukan kita jika tanpa kasih sayang kedua orangtua. Mereka sangat berpengaruh besar dalam setiap proses hidup dan dalam setiap pencapaian. Mereka selalu berusaha membuat damai kehidupan. Ibu, perempuan mulia yang tidak pernah mengeluh. Setiap pagi selalu membuat sarapan terbaik sebagai pemacu semangat untuk menggapai ilmu. Ayah, laki-laki tangguh penepis segala kesulitan dalam keluarga. Sampai kini penulis tidak pernah melihat bagaimana bercucurannya keringat ayah mengais rezeki di perusahaan, demi keluarga, demi menunaikan kewajibannya. Kita tidak pernah melihat bagaimana kesusahan yang ayah alami demi kemudahan dalam setiap hidup kita. Benar kan ?
Pernah merasakan tidak, pada saat dimana posisi orang tua kita menginginkan sandal baru, namun demi anaknya ia tanggalkan segala keinginannya. Semua demi anak. Namun hari ini, kita tak pernah bisa menyadari perjuangan dan pengorbanan yang mereka lakukan. Namun kita sependapat, universitas terbaik tetaplah keluarga, dan rektor terhebat adalah ayah, begitu juga dosen multitalenta adalah ibu. Sebagai mahasiswa yang cerdas dan sadar akan fungsinya, anak adalah buah tangan dari orang tua.
Teman-teman pembaca, hari ini orang tua kita tidak lagi muda, sudah mulai rambut putih bermunculan di kepalanya, kulit keriput serta tenaga yang sudah mulai berkurang dalam tubuhnya. Namun demi anaknya, untuk mengeluh saja ia tak pernah. Diujung perjuangan dan pengabdian kita sebagai anak, mari kita hadiah kebanggaan itu kepada ayah dan ibu, mereka lebih patut menyandang gelar sarjana daripada kita yang belum bisa memberikan kontribusi kepadanya. Semoga ayah dan ibu kita sehat selalu, dan yang sudah tiada semoga pada tempat yang terbaik disisinya.
Pacar pertama anak perempuan adalah ayahnya dan kekasih terbaik anak lelaki adalah ibunya. Semoga ayah dan ibu kita semua sehat selalu. Semoga ibumu dan ibuku menjadi besan yang bersatu.
Sebuah kejadian dan kebiasaan yang magic menurut penulis adalah ayah bukanlah seorang sarjana, namun ia selalu ada dan bisa dalam segala hal. Ibu juga tidak seorang yang lulus dari jurusan komunikasi dan konseling namun ia selalu paham mengenai keadaan dan keinginan anaknya. Magic bukan ? Selain itu, ayah bukan juga lulusan dari akademi militer dan kepolisian, namun semangat juangnya melebihi pahlawan. Apalagi ibu, tidak pernah merasakan makanan di restoran namun setiap masakannya, melebihi masakan yang ada di restoran, benar bukan ?
Sesuatu yang lebih magic lagi adalah kita adalah bukan kita jika tanpa kasih sayang kedua orangtua. Mereka sangat berpengaruh besar dalam setiap proses hidup dan dalam setiap pencapaian. Mereka selalu berusaha membuat damai kehidupan. Ibu, perempuan mulia yang tidak pernah mengeluh. Setiap pagi selalu membuat sarapan terbaik sebagai pemacu semangat untuk menggapai ilmu. Ayah, laki-laki tangguh penepis segala kesulitan dalam keluarga. Sampai kini penulis tidak pernah melihat bagaimana bercucurannya keringat ayah mengais rezeki di perusahaan, demi keluarga, demi menunaikan kewajibannya. Kita tidak pernah melihat bagaimana kesusahan yang ayah alami demi kemudahan dalam setiap hidup kita. Benar kan ?
Pernah merasakan tidak, pada saat dimana posisi orang tua kita menginginkan sandal baru, namun demi anaknya ia tanggalkan segala keinginannya. Semua demi anak. Namun hari ini, kita tak pernah bisa menyadari perjuangan dan pengorbanan yang mereka lakukan. Namun kita sependapat, universitas terbaik tetaplah keluarga, dan rektor terhebat adalah ayah, begitu juga dosen multitalenta adalah ibu. Sebagai mahasiswa yang cerdas dan sadar akan fungsinya, anak adalah buah tangan dari orang tua.
Teman-teman pembaca, hari ini orang tua kita tidak lagi muda, sudah mulai rambut putih bermunculan di kepalanya, kulit keriput serta tenaga yang sudah mulai berkurang dalam tubuhnya. Namun demi anaknya, untuk mengeluh saja ia tak pernah. Diujung perjuangan dan pengabdian kita sebagai anak, mari kita hadiah kebanggaan itu kepada ayah dan ibu, mereka lebih patut menyandang gelar sarjana daripada kita yang belum bisa memberikan kontribusi kepadanya. Semoga ayah dan ibu kita sehat selalu, dan yang sudah tiada semoga pada tempat yang terbaik disisinya.
Pacar pertama anak perempuan adalah ayahnya dan kekasih terbaik anak lelaki adalah ibunya. Semoga ayah dan ibu kita semua sehat selalu. Semoga ibumu dan ibuku menjadi besan yang bersatu.
"Untuk Menciptakan Sebuah Pasukan yang Kuat, Aku Membutuhkan 1.000 Bala Tentara. Tetapi, Untuk Membentuk Jiwa yang Hebat, Aku Hanya Butuh Seorang Ayah."
Author: Nasir Ahmad Khan Saragih
0 Response to "Ayah dan Ibuku Tidak Seorang Sarjana"
Posting Komentar