-->

Bukan Sekedar Nama, Karena Memimpin Itu Menderita

Berlomba lomba dalam kebaikan adalah hal yang seharusnya terus menerus dilestarikan dikehidupan kita. Selain mengasah kreativitas kita, memicu daya saing kita untuk melakukan hal-hal baru yang menarik buat dilihat orang lain. Beberapa belakangan ini pemuda banyak mengambil panggung dalam kontestasi politik. Dengan tujuan, bersama pemuda memberikan trobosan serta dedikasi terbaru.

Teringat dengan fenomena belakangan ini, ditulisan sebelumnya mengenai generasi karbit-an, penulis akan memberikan korelasi antara kedua tulisan ini. Teringat dengan pernyataan, "memimpin adalah menderita ", bukan hanya sekedar eksistensi dan penghormatan belaka. Memimpin dalam segala aspek sederhana memandang, siap menjadi organ tubuh kepada setiap yang dipimpinnya. Seperti kapal, penumpang hanya mengikut kemana arah nahkoda membawa kapal berlayar. Dalam artian adalah, mengenai masa depan anggota yang baik, maka dilihat dari pemimpinnya .

Mengingat dengan Pepatah Lama : Ikut Tukang Parfum, Tubuh Menjadi Harum

Seiring meledaknya jumlah pelaku dan pejalan era digital, makin banyak bermunculan kekonyolan demi merangket rating, segmen, dan hiruk-pikuk yang riuhrendah. Lalu beragam cara diwujudkan dalam aneka bentuk sajian yang menampilkan kefamousan dan bahwa media bisa membuat person populer hanya dalam sekejap hanya karena tindak-tanduk konyolnya yang dipertontonkan pada publik.

Padahal kalau person mau merenungi sebenarnya di dalam kesuwungan hidup penerimaan dan penolakan manusia terhadap absurditas sudah cukup konyol untuk ditertawai (masing-masing). Kebanyakan orang-orang yang tidak menawarkan konten apa pun dan sebagian besar bergantung pada mengatakan atau melakukan sesuatu yang bodoh dan bertentangan dengan norma masyarakat kita malah sangat nge-up di realitas hidup kita sekarang ini. Harus diakui, setiap orang memang membutuhkan hiburan. Banyak yang terhibur dengan tingkah laku konyol yang dilakukan seseorang, kita mungkin senang karena merasa ada yang lebih konyol dari diri kita; tetapi bukan berarti kita membesarkan kekonyolan hanya karena kita merasa terhibur. Ada banyak hiburan produktif yang lucu dan pada saat yang sama mengirim pesan positif. Yang menyajikan aneka hal informatif, dan bahkan mendorong setiap yang menyimak untuk melakukan hal yang serupa.

Jadi dengan kita mogok ke hal-hal konyol dan berhenti mempopulerkannya, kita secara tidak langsung telah memutus mata rantai penyebaran pembodohan massal.

Untuk menjadi terkenal, person tak perlu barometer, rupawan, seksi, apalagi bertingkah laku konyol. Cukup mengaktualisasikan diri dalam bidang masing-masing, dan atau minimal saja tidak ikut andil mempopulerkan kekonyolan riuh-rendah tersebut, sudah sangat cukup !

Satu pesan yang ingin penulis sampaikan adalah, apalah arti sebuah kepopularitasan, jika kedepannya kegagalan sudah menjadi kepastian. Lakukanlah hal yang baik sejak sekarang. Mulai lah memantaskan sebelum memantapkan. Sebab segala sesuatu yang ada dalam kehidupan ini akan diminta pertanggungjawabannya kelak.

"Diantara kita dan perubahan, ada sebuah tembok bernama 'ketidakpedulian'. Dan tembok itu hanya bisa runtuh jika kita bersama-sama mendobraknya"

Author: Nasir Ahmad Khan Saragih

5 Responses to "Bukan Sekedar Nama, Karena Memimpin Itu Menderita"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel